Senin, 22 Agustus 2011

PENGEMBANGAN KARAKTER MELALUI BERMAIN PADA ANAK USIA DINI


PENGEMBANGAN KARAKTER MELALUI BERMAIN PADA ANAK USIA DINI
Penyusun : Nurhasanah, M.Pd
A.    Pendahuluan
Perkembangan pendidikan di Indonesia membawa dampak bagi perkembangna sumber daya manusia di masa depan.  Pemerintah berupaya meningkatkat kualitas sumber daya manusia melalui bidang pendidikan dengan mengangkat selogan “Pendidikan Berkarakter”, dengan harapan sumber daya manusia masa depan merupakan sumber daya manusia yang memiliki kualitas karakter yang mampu menghadapi tantangan dan tuntutan zaman. Pendidikan karakter merupakan modal utama bagi anak dalam berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan yang lebih besar dari lingkungan keluarga. Dengan memiliki karakter yang baik dan dapat diterima lingkungan  anak dapat mengambil peranan dalam lingkungan masyarakatanya. Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi daripada pendidikan moral karena dalam pendidikan karakter tidak hanya pengenalan moral yang dikembangkankan, seperti pengenalan akan konsep benar salah, baik buruk, tetapi dalam pendidikan karakter lebih pada cara menanamkan pembiasaan akan aplikasi dari moral dalam kehidupan sehari-hari.
Perkembangan dan pergeseran nilai-nilai budaya yang terjadi sekarang juga berdampak pada pergeseran akan nilai dan kepribadian masyarakat. Pendidikan karkater merupakan dasar dalam membentuk kepribadian yang ajek menyatu dalam diri dan jiwa anak. Hal itu tentu saja dapat terealisasi apabila pola dan bentuk pengembangan pendidikan karakter tidak keluar dari fitrah anak. Pengembangan dan penanaman karakter dapat dimulai sejak usia dini melalui pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan dengan cara bermain. Bermain merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam diri setiap anak, oleh karena itu bermain dapat dijadikan sebagai salah satu sarana dalam menanamkan karakter sejak dini. Melalui bermain anak tidak akan merasakan suatu paksaan dalam melakukan sesuatu, karena cirri utama bermain adalah menyenangkan bagi anak dan dilakukan tanpa paksaan.
Membangun karakter pada anak melalui kegiatan bermain diharapkan akan dapat memberikan pengalaman mental bagi anak dalam membentuk kepribadiannya di masa depan. melalui bermain memiliki kesempatan untuk menjadi seperti yang diinginkannya tanpa terikat pada batasan ruang dan waktu bagi anak, maksudnya pada saat bermain anak dapat memerankan peran dewasa yang dibayangkannya walaupun pada saat itu dalam konsep ruang dan waktu anak belum pada masa dewasa.

B.     Hakikat Karakter Dan Bermain Pada Anak Usia Dini
Karakter dan kepribadian seperti dua kata yang tidak dapat dipisahkan, dalam karakter akan membentuk watak atau sifat manusia. Thomas Lickona mengatakan seorang anak hanyalah wadah di mana seorang dewasa yang bertanggung jawab dapat diciptakanya, karena itulah mempersiapkan anak merupakan investasi masa depan yang memerlukan stategi yang tepat.   Ki Hajar Dewantara mengatakan ‘Karakter’ sebagai ‘watak’ dengan makna pertama bahwa dalam diri manusia memiliki keterpaduan antara tabiat/watak yang bersifat tetap sehingga dapat membedakan manusia yang satu dengan lainnya. Kedua watak tersebut terbentuk dari bakat atau potensi yang dimiliki manusia sehingga dapat menetap karena pengaruh pengajaran dan sifat pendidikan yang dilaluinya. Ketiga dalam karakter memiliki hubungan antara keturunan dengan lingkungan yang mempengaruhinya. Kelima dalam karakter memiliki keseimbangan antara kondisi psikologis (kebatinan) dengan perbuatan yang dilakukan, sehingga melahirkan perangai atau tabiat yang membedakannya dengan orang lain. Keenam dalam karakter keseimbangan antara kondisi psikologis dengan perbuatan melahirkan perangai atau tabiat lebih dipengaruhi oleh kualitas psikologis. Ketujuh kondisi psikologis tercipta dari gabungan antara cipta, rasa, dan karsa, sehingga menumbuhkan kekuatan karekter dalam diri. (Ki Hajar Dewantara,407-410)
Lickona (1992) dalam Nindya Laksana, dkk menekankan pentingya tiga komponen  karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moraldan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan.Moral action atau perbuatan/tindakan moral ini merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya.  Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu : 1) kompetensi (competence), 2) keinginan (will) dan 3) kebiasaan (habit)
Dalam mencapai tiga komponen karakter tersebut perlu diketahui peran orang dewasa yang terlibat langsung dengan pendidikan anak, selain guru dan apa saja yang mempengaruhi perkembangan kepribadian seorang anak. Conny Semiawan (2007) mengungkapkan bahwa ada pengaruh kebudayaan asing terhadap kepribadian anak. Adanya interaksi antara lingkungan dan faktor heriditas akan berlanjut dalam tumbuh kembang anak dan fungsi keluarga adalah terutama membangun komunikasi dua arah dalam keterlibatan mental, social, emosional dan mengatasi masalah anak-anaknya. Sehingga, dalam pengembangan kepribadian anak perlu mengoptimalkan peran orang tua sebagai ujung tombak pendidikan anak.  Pengaruh terbesar yang menjadi dampak langsung pembentukan kepribadian anak dalam percampuran budaya adalah televise. Televisi sebagai media elektronik yang dimiliki hampir semua keluarga member kontribusi terbesar dalam hal pengaruh kebudayaan asing terhadap keprbadaian anak. Pada program-program televise memuat berbagai dampak posifik dan negative yang diserap anak secara utuh. Dampak positif dan negative tersebut memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan kepribadian anak. Guna menangkal dan mengembangkan pendidikan berkarakter dalam membangun kepribadian anak makan perlu diketahui ciri utama yang menjadi dasar dalam pendidikan karakter.
Foester dalam Nyoman Suarta mengungkapkan bahwa ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter, yaitu : pertama keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan hirarki nilai, nilailah yang menjadi pedoman normative setiap tindakan. Kedua kohernsi yang memberikan keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko. Dengan adanya koherensi akan menumbuhkan kepercayaan antara satu individu dengan individu lain, sehingga koherensi bukan untuk meruntuhkan kridibilitas orang lain. Ketiga otonomi dimana individu menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Hal ini akan terlihat dari keputusan yang diambil seseorang tanpa pengaruh orang lain. Keempat keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang untuk mencapai yang baik sesuai dengan nilai-nilai dan etika. Kesetiaan merupakan kesetiaan pada yang baik. Keempat cirri dasar tersebut yang seharusnya terbangun melalui pendidikan karakter.
Pendidikan karakter pada anak usia dini melalui pendidikan anak usia dini dapat terbangun menggunakan beberapa metode yang terbungkus dalam kegiatan bermain. Bermain menurut Schwartzman (1978) seperti dikutip oleh Patmonodewo dalam ”Pendidikan Anak Prasekolah” mengemukakan bahwa bermain bukan bekerja; bermain adalah berpura-pura; bermain bukan sesuatu yang sungguh-sungguh; bermain bukan suatu kegiatan yang produktif dan sebagainya. Bekerja pun dapat diartikan bermain, sementara bermain dapat dialami sebagai bekerja; demikian pula anak yang sedang bermain dapat membentuk dunianya, sehingga seringkali dianggap nyata, sungguh-sungguh, produktif dan menyerupai kehidupan yang sesungguhnya.Senada dengan Schwartzman Vygotsky dalam Sue Dockett and Marilyn Flerr  mengemukakan bermain sebagai perkembangan yang saling berhubungan antara perkembangan bermain dan kognitif. Menurutnya bermain memiliki peranan langsung terhadap perkembangan kognitif, dimana saat bermain simbolik memiliki peranan yang penting dalam mengembangkan berpikir abstrak.
Merujuk pada hakikat pendidikan karakter dan pengertian bermain maka perlu dikembangkan pendidikan karakter pada anak usia dini berbasis bermain. Melalui bermain anak dapat berpura-pura menjadi seperti yang diinginkan atau dicita-citakan, melalui bermain pengenalan dan menanaman kepribadian yang menjadi bibit awal pembentukan karakter dapat dilakukan.Saat bermain anak tidak akan merasakan paksaan dalam menentukan suatu sikap yang mungkin akan menjadi watak dari kepribadaiannya dimasa depan.
Permainan seperti apa yang dapat dikembangkan dan dirancang dalam rangka member kontribusi terhadap pengembangan karakter pada anak usia dini? Permainan yang dapat dikembangkan dapat berupa bermain peran, bercerita atau bermain pembangunan. Pada permainan tersebut mengandung filosifis pengembangan karakter anak selanjutnya.
Hasil penelitian (Lulu Ilhamdi,2010) mengungkapkan bahwa permainan matematika meningkatkan kecakapan hidup pada anak SD kelas awal. Kecakapan hidup yang dapat ditingkatkan adalah kecakapan akademik dan kecakapan social, terkait dengan kecakapan social yang dikembangkan adalah sikap berinteraksi, disiplin dan berkomunikasi. Dari penelitian ini apabila dihubungan dengan pengembangan karakter maka permainan matematika dapat meningkatkan kemampuan disiplin anak yang harapan kedepan anak akan memiliki karakter disiplin dalam hidupnya.
Hasil studi kajian (Warni Djuwita, 2010) tentang pendidikan karakter berbasis kearifan local mengungkapkan bahwa perilaku yang ditampilkan dalam permainan tradisional merupakan segala bentuk reaksi atau tanggapan seseorang terhadap suatu objek yang terwujud dalam tindakan atau gerakan. Perilaku ini terjadi karena adanya kecendrungan atau dorongan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, mencari kesenangan dan atau menghindari kesusahan. Maka dengan perilaku yang nampak dalam setiap permainan tradisional yang terjadi ber ulang-ulang, saat permainan berlangsung adalah dapat dikatakan menjadi sarana bagi ”pembangunan Karakter” (character Building).
C.    Pengembangan Karakter Melalui Bermain Pada Anak Usia Dini
Penjabara sebelumnya mengungkapkan bahwa pengembangan pendidikan karakter dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain. Berikut ini akan dijabarkan kegiatan bermain yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan karakter anak usia diini.
a.       Bermain Peran
Bermain peran yang lebih dikenal dengan istilah bermain pura-pura, khayalan, fantasi, make-believe, atau simbolik  merupakan salah satu bentuk permainan yang biasa dilakukan pada pendidikan anak usia dini (PAUD), baik dilakukan secara terstruktur maupun non terstruktur. Piaget (1962) menjelaskan bahwa anaknya bermain peran ketika ia tiduran di lantai dengan selimutnya dan pura-pura tidur. Piaget menguraikan bahwa awal main peran dapat menjadi bukti perilaku anak yang telah berumur satu tahun. Ia menyatakan bahwa main peran ditandai oleh penerapan cerita pada obyek dimana cerita itu sebenarnya tidak dapat diterapkan (seperti pada saat anak bermain pura-pura suguhan makan malam, maka anak berpura-pura menata meja, menyiapkan meja makan dan hidangan kecil, pura-pura mengaduk teh dalam gelas) dan mengulang ingatan yang menyenangkan (anak usia dini melihat mini perlengkapan makan dan berpura-pura makan bersama dengan boneka).  Piaget merujuk pada keterlibatan anak dalam main peran tahap yang lebih tinggi dengan anak lainnya sebagai collective symbolism.  Ia juga menerangkan percakapan lisan yang anak lakukan dengan diri sendiri sebagai idiosyncratic soliloquies.  Bermain peran yang bersifat makro dilakukan secara terstruktur dengan umumnya mengangkat tema besar telah ditentukan guru, misalnya bermain peran dengan tema “pasar-pasaran”. Guru telah mendisplay atau mensetting tempat bermain seperti pasar, dengan dilengkapi berbagai atribut pasar, seperti kios-kios sederhana, barang-barang untuk jualan dan alat tukar (uang-uangan). Anak hanya dijelaskan aturan permainan dan tema besar permainan, selanjutnya anak dapat memilih peran-peran yang terkait dengan tema dan setting tempat yang telah disediakan. Melalui permainan ini diharapakan akan terbangun karakter anak yang berani mengambil resiko dari pilihannya, bertanggungjawab terhadap pilihan akan peran yang dimainkan dan kepatuhan serta kesetiaan dalam bermain. Bermain peran juga mengembangkan sikap disiplin, kejujuran dan empati terhadap peran yang dimainkan.
Kegiatan bermain peran yang non terstruktur dapat kita amati dari kegiatan anak bermain peran sendiri diluar kegiatan pembelajaran. Seperti pada saat bermain bebas anak bersama kelompok sosialnya mencoba bermain derngan memerankan peran-peran tertentu, misalnya bermain polisi-polisian. Dengan sendirinya anak mencoba membagi diri dalam peran-peran yang terkait dengan tugas kepolisian dan mencoba mendalami karakter sebagai seorang polisi. Kegiatan bermain peran baik secara terstruktur maupun tidak memberikan kontribusi kesempatan bagi anak untuk memerankan berbagai peran yang dimainkannya dan dalam bermain peran anak akan mencoba mendalam karakter dari peran yang dilakoninya.
Bermain peran merupakan suatu pengalaman penting yang mendukung perolehan pengetahuan dan keterampilan kognisi, sosial, emosi, dan bahasa; semuanya merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan di sekolah nanti. Bermain peran lebih tidak hanya sekedar sebuah sudut dapur dan kerumahtanngga namun semua aspek yang dapat di ciptakan untuk berrmain peran dapat di display dalam setting bermain peran.  Bermaain peran merupakan sarana praktek bagi anak dalam kegiatan yang menyerupai kehidupan nyata, membolehkan anak untuk membayangkan dirinya ke dalam masa depan dan menciptakan kembali kondisi masa lalu. bermain peran mendukung perkembangan anak secara keseluruhan, kognitif, sosial, emosi, fisik sekaligus membangun karakter sejak dini.
Pada saat bermain peran hal yang perlu mendapat perhatian, khususnya dalam mengembangkan karakter anak adalah pada saat pijakan sebelum pengalaman bermain peran. Pada saat pijakan sebelum pengalaman bermain peran disini merupakan pengenalan akan karakter yang akan diperankan, pengenalan karaktek peran tersebut yang akan mengantarkan anak untuk belajar mengaplikasikan karakter peran yang dimainkan dalam bentuk bermain peran selama bermain peran, dan penguatan karakter yang diperlukan dalam menetapkan karakter menjadi kepribadian adalah pada saat pijakan setelah pengalaman bermain peran.
b.      Bercerita
Bercerita merupakan salah satu metode yang dapat dikembangkan dalam mengembangkan pendidikan karakter pada anak usia dini. Bercerita merupakan suatu proses kreatif bagi guru dalam menceritakan isi cerita kepada siswa. Pada saat bercerita guru mencoba mengajak anak masuk dan terlibat secara emosional dalam alur cerita. Kegiatan bercerita yang sering disebut dengan berdongeng merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan guru dalam mengenalkan, menanamkan dan melatih keterampilan mental anak akan pemahaman terhadap karakter yang bersifat abstrak. Dongeng atau bercerita merupakan bentuk komunikasi yang menarik perhatian anak, apabila dikemas dalam bentuk cerita yang menggugah emosi dan perhatian pendengarnya. Melalui bercerita anak dilatih berkonsentrasi tentang alur cerita sekaligus membayangkan setiap alur cerita yang diceritakan. Melalui bercerita pengenalan akan konsep-konsep abstrak seperti konsep benar salah, baik buruk, berbohong, kejujuran, kesetiaan, tersosialisasi secara menarik dan menyenangkan. Melalui bercerita anak dikenalkan akan bentuk-bentuk karakter yang dapat dicontoh anak dari isi cerita yang disampaikan. Bercerita dengan menggunakan bantuan media yang menarik dan perubahan intonasi suara juga akan melatih anak dalam berasosiasi.
Bercerita berfungsi menyampaikan ajaran moral dan juga menghibur,
bentuk cerita ada termasuk cerita tradisional. Cerita tradisional adalah cerita yang disampaikan secara turun temurun. Suatu cerita tradisional dapat disebarkan secara luas ke berbagai tempat. Kemudian, cerita itu disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Dalam cerita tradisioanal memiliki cirri-ciri antara lain : alur cerita sederhana, jalan cerita relative singkat, tokoh tidak diraikan secara rinci, dalam dongeng penceritaan dilakukan secara lisan, dan pesan atau tema tertulis dalam cerita serta diawali dengan pendahuluan singkat seperti dengan kalimat “dahulu kala….”, kemudian langsung pada cerita.
Dongeng atau bercerita cocok dalam mengembangkan karakter karena tema yang diangkat terkait dengan moral tentang kebaikan yang selalu menang melawan kejahatan, kejadian yang terjadi di masa lampau, di suatu tempat yang jauh sekali. Tugas yang tak mungkin dilaksanakan. Mantra ajaib, misalnya mantra untuk mengubah orang menjadi binatang. Daya tarik yang timbul melalui kebaikan dan cinta.  Pertolongan yang diberikan kepada orang baik oleh makhluk dengan kekuatan ajaib.  keberhasilan anak ketiga atau anak bungsu ketika sang kakak gagal. Kecantikan dan keluhuran anak ketiga atau anak bungsu.  Kecemburuan saudara kandung yang lebih tua. Kejahatan ibu tiri dan lain sebagainya.
Cerita dalam dongeng umumnya terkelompokkan dalam beberapa kelompok, seperti ; cerita binatang, cerita biasa yang terkait dengan kehidupan sehari-hari, cerita lucu atau lelucon dan
Cerita legenda. Setiap cerita yang disampaikan mengandung unsur nilai-nilai moral sebagai bibit awal dalam penanaman karakter anak.
c.       Bermain Pembangunan
Bermain Pembangunan merupakan salah satu jenis permainan yang identik dengan menggunakan media balok, lego atau kelengkapan pembangunan lainnya. Dalam permainan pembangunan pada anak usia dini memberi kesempatan pada anak untuk mengembangan daya imajinasi, koordinasi sensorimotor, kemampuan kognitif dan kecerdasan sparsial. Bermain pembangunan member kesempatan pada anak dalam berbagai hal, seperti ; kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berhubungan dengan teman sebaya, karena dalam bermain pembangunan bersama melatih anak berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman bermain, saat ini juga melatih anak mengikuti aturan social yang berlaku. Permainan pembangunan melatih koordinasi motorik halus dan motorik kasar. Permainan pembangunan melatih  dan mengenalkan konsep matematika dan geometri, melatih berpikir simbolik, melatih pengetahuan pemetaan dan
d.      Bermain Permainan Tradisional
D.    Saran Dan Penutup

Daftar Pustaka
…….., 2011, Prosiding Seminar Nasional “Pendidikan Karakter Sejak Usia Dini”, Seminar
            Kerjasama antara Universitas Negeri Padang dengan Universitas Mataram, Mataram.
I Nyoman Suarta, 2011, Menghadapi Problematika Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan
 Pendidikan Karakter, Mataram.
Lulu Ilhamdi, 2010, Peningkatan Kecakapan Hidup Anak Sd Melalui Permainan Dalam
            Pembelajaran Matematika Penelitian Tindakan Di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-
            Husnayain Harapan Baru, Bekasi Barat, Tesis, Universitas Negeri Jakarta, Jakarta.
Patmonodewo, S. 2003, Pendidikan Anak Prasekolah, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Papalia Ols F, 2009, Human Development, edisi 10, Terjemahan Brian Marswendy, Penerbit
            Salemba Humanika, Jakarta.
Warni Djuwiita, 2011,  Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal (Suatu Kajian Tentang
            Permainan Tradisional dan Nilai KeIslama sebagai Lokal Identity Etnis Sasak),
            Mataram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar